Petitum Permohonan |
- Bahwa secara administrasi ketatanegaraan, sesungguhnya suatu Surat Keputusan (SK), baik hal itu menyangkut tentang Mutasi Jabatan, maupun hal itu menyangkut Promosi Jabatan. Kesemuanya itu mulai berlaku secara resmi, dan efektif terhitung semenjak adanya upacara Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan dimaksud. Dalam artian yuridis sepanjang terhadap seorang pejabat yang dikenakan mutasi dan promosi tersebut, belum dilakukan upacara Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan, maka secara administrasi ketatanegaraan pejabat tersebut dianggap tetap menempati posisi jabatannya semula ;
- Bahwa secara faktuil yuridis, sesungguhnya Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur DR. FADIL ZUMHANA, SH.MH, pada hari Kamis tanggal 12 Oktober 2017, telah melakukan upacara Pelantikan dan Pengambilan
Sumpah,………..
Sumpah Jabatan terhadap DR.JOSIA KONI,SH.,M.H Jaksa Madya (IVa) NIP. 196504301991031, Nrp.6916564., dengan jabatan sebagai Asisten Bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda. Sehingga dengan demikian secara yuridis dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sesungguhnya terhitung sejak tanggal Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan dimaksud sesungguhnya DR. JOSIA KONI, SH.,M.H., telah terdaftar, dan tercatat, serta berhak menikmati sarana, dan prasana yang melekat pada jabatan selaku Asisten Bidang Intelijen pada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda ;
- Bahwa sesuai dengan konsepsi idealis administrasi ketatanegaraan sebagaimana dimaksudkan di atas, sesungguhnya secara yuridis dengan telah dilantik dan diambilnya sumpah jabatan seorang pejabat untuk suatu jabatan tertentu, maka sejak saat itu pula dirinya tidak lagi berwenang untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi jabatan yang diemban sebelumnya. Kecuali hanya terhadap penyelesaian hal-hal yang bersifat administratif, seperti penanda tanganan gaji, dan tunjangan, maupun terhadap kenaikan pangkat dan golongan. Demikian pula halnya terhadap DR.JOSIA KONI, SH.,M.H., yang sebelumnya adalah selaku Kepala Kejaksaan Negeri Pariaman, pasca dirinya dilantik selaku Asisten Bidang Intelijen pada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur. Maka secara yuridis dia tidak diperkenankan atau berwenang untuk melakukan tindakan yang melahirkan produk hukum admistratif yang bersifat Pro Justitia. Karena sesungguhnya secara yuridis kewenangan DR. JOSIA KONI, SH.,M.H untuk melakukan tindakan Pro Justitia tersebut, hanya berkenaan dengan jabatannya selaku Asisten Bidang Intelijen pada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda ;
- Bahwa secara faktuil, meskipun telah dilakukan upacara Pelantikan, dan Pengambilan Sumpah Jabatan selaku Asisten Bidang Intelijen pada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, ternyata DR. JOSIA KONI, SH., M.H telah melakukan tindakan Kontroversial yang bertetangan dengan hukum ketatanegaraan. Dimana yang bersangkutan dengan tanpa hak dan melawan hukum telah begitu saja melahirkan produk hukum administratif yang bersifat Pro Justitia pada Kejaksaan Negeri Pariaman. Perbuatan mana dilakukan oleh yang bersangkutan dengan cara seolah-olah dirinya masih menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Pariaman, dan selanjutnya pada tanggal 18 Oktober 2017 menerbitkan 3 (tiga) lembar surat yang bersifat Pro justitia, masing-masingnya dikenal dengan : 1. Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-04/N.3.13/Fd.1/10/2017 ; 2. Surat Penetapan Tersangka Nomor : Print-01/N.3.13/Fd.1/10/2017 ; dan 3. Surat Perintah Penahanan Nomor : Print-01/N.3.13/Fd.1/10/2017 ;
- Bahwa secara yuridis sesungguhnya pada tanggal 18 Oktober 2017 tersebut, DR. JOSIA KONI, SH.,M.H., bukan lagi berkwalitas selaku Kepala Kejaksaan Negeri Pariaman, melainkan dirinya adalah selaku Asisten Bidang Intelijen pada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur yang
telah,…………..
telah dilantik, dan diambil sumpah jabatannya pada tanggal 12 Oktober
2017. Sehingga dengan demikian, baik Surat Perintah Penyidikan, dan Surat Penetapan Tersangka, terhadap diri PEMOHON, maupun Surat Perintah Penahanan terhadap diri PEMOHON, yang telah diterbitkan dan ditanda tangani oleh DR. JOSIA KONI, SH., M.H., tersebut sesungguhnya secara yuridis adalah merupakan surat yang ditanda tangani oleh pejabat yang tidak berkompenten, dan atau tidak berwenang untuk itu. Tegasnya secara yuridis ketiga surat tersebut dilahirkan dan ditanda tangani oleh Asisiten Bidang Intelijen pada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda. Hanya saja ketiga surat tersebut memakai kop atau logo Kejaksaan Negeri Pariaman, maka seakan-akan surat tersebut sah adanya ;
- Bahwa oleh karena penerbitan, dan penanda tanganan Surat Perintah Penyidikan, Surat Penetapan Tersangka, dan Surat Perintah Penahanan yang ditujukan terhadap diri PEMOHON secara faktual yuridis tidak dilakukan oleh pejabat yang berkompenten, dan atau tidak berwenang untuk itu, maka secara hukum ketiga surat dimaksud telah mengandung cacat hukum yang nyata. Sehingga dengan demikian adalah sangat adil dan pantas menurut hukum lembaga PRA PERADILAN ini, menyatakan bahwa Surat Perintah Penyidikan, dan Surat Penetapan Tersangka, serta Surat Perintah Penahanan dimaksud tidak sah, dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat ;
- Bahwa selanjutnya, mengacu kepada sangkaan perbuatan pidana yang ditimpakan kepada diri PEMOHON, sesungguhnya segala sesuatu yang berkenaan dengan pelaksanaan proyek tersebut telah diselesaikan sebagaimana mestinya menurut ketentuan hukum yang berlaku, baik hal itu bersifat administratif, maupun hal itu yang berbentuk pembayaran sejumlah denda sebagaimana yang dimaksudkan dalam hasil audit yang diterbitkan oleh BPK Perwakilan Sumatera Barat. Tegasnya baik secara teknis, maupun secara administratif, pelaksanaan proyek tersebut telah selesai, pada saat ini telah dinikmati oleh masyarakat banyak ;
- Bahwa tindakan Penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON, terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksudkan dalam penetapan tersangka terhadap diri PEMOHON melanggar Pasal 2 ayat (1), dan atau Pasal 3 Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dirubah dengan Undang-undang No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum, dan oleh karenanya adalah sangat adil, dan pantas lembaga Pra Peradilan ini menyatakan Penyidikan aquo adalah tidak sah, dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat ;
- Bahwa mengacu kepada materi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 130/PUU-XIII/2015, sesungguhnya telah ditetapkan, dan ditegaskan
bahwa,………….
bahwa Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP), secara yuridis tidak hanya diwajibkan terhadap Jaksa Penuntut Umum, akan tetapi juga terhadap Terlapor dan korban/pelapor. Pentingnya terlapor, dan korban mendapatkan SPDP dimaksudkan agar dapat mempersiapkan bahan-bahan pembelaan dan juga dapat menunjuk Penasehat hukum yang akan mendampinginya. Akan tetapi terhadap perkara yang ditimpakan kepada diri PEMOHON justeru sampai saat ini PEMOHON tidak pernah mendapatkan SPDP dimaksud. Dan bahkan lebih tragis lagi, dimana Surat Perintah Penyidikan, Surat Penetapan Tersangka, serta Surat Perintah Penahanan terhadap penetapan diri PEMOHON, diterbitkan dan ditanda tangani pada hari dan tanggal yang sama, yaitu : hari Rabu tanggal 18 Oktober 2017. Sehingga tindakan TERMOHON yang tidak menyampaikan SPDP perkara aquo kepada PEMOHON, secara yuridis adalah bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 130/PUU-XIII/2015 ;
10. Bahwa demikian pula halnya dengan keberaadaan Barang Bukti dalam perkara yang ditimpakan terhadap diri PEMOHON, ternyata TERMOHON
melalui Conferensi Pers pada hari Kamis tanggal 19 Oktober 2017, telah mempublish melalui berbagai media, bahwa Barang Bukti berupa uang sebesar sekitar Rp.1,9 M (satu koma sembilan milyar rupiah), dan kerugian Negara senilai Rp.800 Juta. Dan sebagaimana dilansir oleh DR. JOSIA KONI, SH., M.H., sesungguhnya jumlah kerugian keuangan Negara tersebut adalah berasal dari total nilai kegiatan proyek sebesar Rp.2,5 M (dua koma lima milyar rupiah). Padahal secara faktuil pagu dana pelaksanaan proyek, dimana PEMOHON adalah selaku PA (Pengguna Anggaran) dari kegiatan tersebut, adalah sebesar sekitar Rp.1,625.424.000,- (satu milyar enam ratus dua puluh lima juta empat ratus dua puluh empat ribu rupiah). Sehingga dengan demikian secara yuridis perlu dipertanyakan proyek yang mana sesungguhnya yang dimaksudkan oleh TERMOHON, yang kegiatan proyeknya bernilai 2,5 M (dua koma lima milyar rupiah) tersebut ;
- Bahwa perlu juga PEMOHON jelaskan secara tegas, sesungguhnya secara yuridis PEMOHON adalah selaku PA (Pengguna Anggaran) kegiatan pelaksanaan proyek pembangunan sarana air bersih kabupaten Padang Pariaman, dengan pagu dana sebesar Rp. 1.625.424.000.000,- (satu milyar enam ratus dua puluh lima juta empat ratus dua puluh empat ribu rupiah). Dimana proyek tersebut dilaksanakan oleh PT.GFP berdasarkan kontrak Nomor : 009/SP-DPU/IV-2012, dengan jangka watu pelaksanaan selama 120 hari kerja, terhitung mulai tanggal 24 April 2012 sampai dengan tangga 21 Agustus 2012. Dan jaminan pelaksanaan berupa garansi Bank sebesar Rp.81.271.200,- (delapan puluh satu juta dua ratus tujuh puluh satu ribu dua ratus rupiah) yang diterbitkan oleh PT. Bank DKI berlaku sejak 24 April 2012 sampai 27 Agustus 2012. Dan pembangunan sarana air bersih tersebut dilaksanakan pada dua lokasi yaitu daerah Asam Pulau dan daerah Tandikat ;
12. Bahwa,…………..
- Bahwa berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh BPK RI perwakilan Sumatera Barat, ternyata terhadap pelaksanaan proyek tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dalam artian terjadi molor (lewat waktu) dari time chedule yang ditetapkan dalam kontrak. Sehingga terjadi 2 (dua) kali Adendum. Adapun penyebab keterlambatan dimaksud Hal itu terjadi disebabkan oleh karena tersangkut, dan atau terkendala masalah pembebasan lahan dan izin dari masyarakat pemilik lahan yang terkena pemasangan pipa saluran air bersih dimaksud ;
- Bahwa masih berdasarkan hasil audit BPK RI perwakilan Sumatera Barat, meskipun telah dilakukan adendum sebanyak 2 (dua) kali ternyata pula pelaksanaan kegiatan proyek tersebut hanya mencapai bobot sebanyak 81 % (delapan puluh satu prosen). Dan telah dilakukan pembayaran sebesar Rp.1,258.749.050,- (satu milyar dua ratus lima puluh delapan juta rupiah) ;
- Bahwa disamping itu berdasarkan hasil audit yang dilakukan BPK RI perwakilan Sumatera Barat, ternyata pelaksanaan pekerjaan tersebut oleh PT.GFP tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak, sehingga terdapat kelebihan pembayaran pemasangan pipa sebesar Rp. 119.659.714,- (seratus sembilan belas juta enam ratus lima puluh sembilan ribu tujuh ratus empat belas rupiah) ;
- Bahwa terhadap kelebihan pembayaran pemasangan pipa dimaksud, serta terhadap keterlambatan pelaksanaan kegiatan proyek tersebut, telah dilakukan tindakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam artian terhadap kelebihan pembayaran, telah dikembalikan oleh pihak PT.GFP ke Kas daerah, demikian juga halnya terhadap keterlambatan pelaksanaan pekerjaan dimaksud, juga telah dilakukan penarikan uang jaminan pelaksanaan sebesar Rp. 81.271.200,- (delapan puluh satu juta dua ratus tujuh puluh satu ribu dua ratus rupiah), dan telah disetorkan ke kas daerah ;
- Bahwa menyangkut dengan Barang Bukti berupa uang sebesar sekitar Rp.1,9 M (satu koma sembilan milyar rupiah), sebagaimana yang dilansir oleh TERMOHON, sesungguhnya Barang Bukti dimaksud telah disita dan digunakan dalam perkara lain, dimana salah satu Terpidananya adalah bernama ZAINIR, DT. RANGKAYO MULIE, ST., dan mata anggarannya berasal dari dana APBD Kabupaten Padang Pariaman, tahun anggaran 2011. Sedangkan terhadap kegiatan proyek dimana PEMOHON adalah selaku PA (Pengguna Anggaran) berasal dari dana APBD Kabupaten Padang Pariaman, tahun anggaran 2012 ;
- Bahwa bagaimana mungkin, munculnya angka kerugian keuangan Negara sebesar Rp.800 juta, sebagaimana dilansir oleh TERMOHON. Sementara dalam kenyataan yang ada, sesungguhnya kegiatan proyek dimana PEMOHON sebagai PA (Pengguna Anggaran), berdasarkan hasil
opname,…………
opname, sesungguhnya pelaksanaan proyek tersebut telah mencapai bobot sebesar 81 % (delapan puluh satu prosen), dari pagu dana kegiatan sebesar sekitar 1,625.424.000,- (satu milyar enam ratus dua puluh lima juta emat ratus dua puluh empat ribu rupiah) ;
- Bahwa berdasarkan uraian pada point angka.10, 11, dan angka.12 tersebut diatas, bilamana ditilik secara lebih mendalam lagi, sesungguhnya terdapat kesimpang siuran terhadap asal Barang Bukti yang telah di publish oleh TERMOHON. Dan dalam kenyataannya PEMOHON tidak pernah selaku PA (Pengguna Anggaran) terhadap kegiatan proyek dengan pagu dana sebesar Rp.2,5 M (dua koma lima milyar rupiah) sebagaimana yang telah dilansir oleh TERMOHON. Sehingga dengan demikian adalah adil dan pantas menurut hukum lembaga Pra Peradilan ini menyatakan Barang Bukti terhadap perkara yang ditimpakan kepada diri PEMOHON tersebut aquo adalah kabur, dan cacat adanya ;
- Bahwa sesungguhnya seseorang ditetapkan sebagai Tersangka dalam suatu peristiwa pidana, secara limitatif yuridis adalah berdasarkan 2 (dua) alat bukti permulaan yang cukup, dan sah menurut hukum. Dan oleh karena terdapat kesimpang siuran, terhadap pagu dana kegiatan, maupun asal muasal dana untuk kegiatan tersebut. Sehingga adalah adil dan pantas menurut hukum lembaga Pra Peradilan ini membebankan kepada TERMOHON untuk dapat menampilkan 2 (dua) alat bukti permulaan yang cukup dan sah menurut hukum dimaksud ;
- Bahwa kontrovesial yang dilakukan oleh TERMOHON tidak hanya sebatas pada perbuatan sebagaimana diuraikan diatas, akan tetapi jauh lebih tragis lagi. Dimana setelah terhadap diri PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka, barulah kemudian dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Padahal sesuai dengan KUHAP, semestinya lebih dahulu dilakukan pengumpulan bukti surat, dilanjutkan dengan pemanggilan dan pemeriksaan saksi. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan Tersangka. Hal itu dimaksudkan oleh karena Tersangka mempunyai hak ingkar terhadap perkara yang disangkakan kepadanya, namun bukti surat dan keterangan saksilah yang menentukan seseorang dapat atau tidaknya dijadikan sebagai Tersangaka dalam suatu peristiwa pidana ;
- Bahwa dengan telah terjadinya kesewenang-wenangan TERMOHON terhadap diri PEMOHON, baik hal itu berupa Surat Perintah Penyidikan, dan Surat Penetapan Tersangka, serta Surat Perintah Penahanan, maupun tindakan TERMOHON yang tidak pernah menyerahkan SPDP perkara dimaksud kepada PEMOHON. Kesemuanya itu sungguh sangat merugikan PEMOHON. Sehingga adalah adil dan pantas menurut hukum sesuai dengan ketentuan Pasal.95 KUHAP kepada TERMOHON dibebankan untuk membayar ganti kerugian kepada PEMOHON. Adapun
ganti,…………..
ganti kerugian dimaksud adalah terurai sebagai berikut :--------------------
A. Ganti Kerugian Moril :
Sungguh tidak ternilai harganya, namun mengingat status sosial PEMOHON serta traumatik yang dialami oleh keluarga besar PEMOHON. Sehingga adalah adil dan pantas menurut hukum atas kekeliruan yang telah dilakukan oleh Termohon sebagaimana yang telah diuraikan diatas, kepada Termohon dibebankan untuk membayar ganti kerugian moril sebesar Rp.25.000.000.000,- (dua puluh lima milyard rupiah).
B. Ganti Kerugian Materil :
Bahwa tindakan TERMOHON, baik hal itu dalam bentuk menerbitkan Surat Perintah Penyidikan, dan Surat Penetapan Tersangka, serta Surat Perintah Penahanan terhadap diri PEMOHON, dimana ketiga surat dimaksud diterbitkan dan ditanda tangan oleh Asisiten Bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, maupun juga terhadap tindakan TERMOHON yang menyerahkan SPDP perkara dimaksud kepada PEMOHON. Hal itu telah menimbulkan kerugian materil bagi PEMOHON, dimana PEMOHON terpaksa mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar jasa Pengacara/Penasehat Hukum, serta biaya-biaya lainnya keseluruhannya berjumlah sekitar Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) ;
22. Bahwa sebagai akibat tindakan yang telah dilakukan oleh TERMOHON atas diri PEMOHON, maka hal itu telah menimbulkan stigma negatif ditengah masyarakat luas atas diri Pemohon, keluarga, serta segenap keluarga besar PEMOHON. Sehingga dengan demikian adalah adil dan pantas menurut hukum lembaga Pra Peradilan ini merehabilitasi nama baik PEMOHON dalam harkat martabat, dan kemampuannya ; |